RSS
Photobucket

Selasa, 11 Januari 2011

Mengekspresikan Perasaan


"Kisah tentang dua pengembara yang mengekspresikan perasaannya pada pasir dan batu"

Ada dua orang pengembara sedang melakukan perjalanan, mereka tengah melintasi padang pasir yang sangat luas, debu-debu pasir yang beterbangan memaksa mereka berjalan merunduk.

Tiba-tiba badai gurun datang, hembusannya membuat tubuh dua pengembara itu limbung, mereka saling menjaga satu sama lain dengan berpegangan tangan erat. Mereka mencoba bertahan melawan ganasnya badai.

Badai pun reda, tapi musibah lain datang menimpa mereka. Kantong bekal air minum mereka terbuka saat badai tadi. Isinya berceceran, entah gundukan pasir mana yang telah meneguknya. Kedua pengembara itupun duduk temenung meratapi kehilangan itu. " Waduh, tamat riwayat kita" kata Hasan salah seorang diantara mereka, lalu ia menulis di pasir dengan ujung jarinya. "Kami sedih, kami kehilangan bekal minuman kami di tempat ini." Kawannya, Taufik tampak bingung namun mencoba tabah.

Setelah lama menyusuri padang pasir, mereka melihat ada oase di kejauhan. "Kita selamat" seru salah seorang dari mereka. Dengan sisa tenaga yang ada mereka berlari ke oase itu, benar-benar sebuah kolam, mereka pun segera minum sepuasnya dan mengisi kantong air.

Sambil beristrahat, Hasan mengeluarkan pisau genggamnya dan memahat di atas sebuah batu ditepian oase. "Kami bahagia, kami dapat melanjutkan perjalanan karena menemukan tempat ini. Taufik heran, "mengapa kini engkau menulis diatas batu, sementara tadi kau menulis di Pasir?"

Hasan tersenyum, "saat kita mendapat kesusahan, ujian dan cobaan apapun, tulislah semua itu dipasir, biarkan angin keikhlasan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu hilang bersama menyebarnya pasir ketulusan, biarkan semuanya lenyap dan pupus, namun ingatlah saat kita mendapat kebahagiaan, pahatlah kemuliaan itu dibatu agar tetap terkenang dan membuat kita bahagia. Torehlah kenangan kesenangan itu dikerasnya batu agar tak ada yang dapat menghapusnya, biarkan catatan kebahagiaan itu tetap ada, biarkan semuanya tersimpan.

Kesedihan dan kebahagiaan akan senantiasa hadir silih berganti mewarnai kehidupan ini. Keduanya mengguratkan memori di hamparan pikiran dan hati kita. Namun adakah kita bersikap seperti pengembara itu? Adakah kita ini sosok tegar yang mampu melepaskan setiap kesusahan bersama terbangnya angin ketulusan?
(Cerita dikutip dari buku "Dahsyatnya Sabar" by Ahmad Hadi Yasin)

Saya masih dalam proses belajar dan mencoba mencontoh sikap pengembara itu, karena menyimpan kesedihan terlalu lama akan membuat hati sungguh tak lapang, belajar melepas kesedihan secepat mungkin dan menggenggam kebahagiaan selamanya.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Saya salut pada pengembara itu juga pada caranya mereka bersikap pada kesusahan dan kebahagiaan
Moga kita pun bisa demikian :)

balik lagi, ada yg anget di blogku :D

Posting Komentar